Jakarta Butuh Revolusi Budaya!

Rejuvenasi Pancasila

Posted on: May 22, 2007

Dalam sebuah artikel di blog Paramadina, saya menemukan apa yang saya cari selama ini, sebuah esensi dari Revolusi Budaya! Menurut artikel tersebut Revolusi Budaya adalah sebuah Rejuvenasi Pancasila, yaitu semangat untuk mengembalikan Pancasila seperti apa yang dicita-citakan oleh para Founding Fathers, Pancasila tidak lagi dijadikan sebagai alat politik tetapi Pancasila ditujukan untuk mencapai masyarakat yang mempunyai budaya harmonis, bermartabat dan mempunyai visi yang luas.

Sejalan dengan artikel tersebut, salah seorang tokoh bangsa ini yaitu Prof. Dimyati Hartono, Ketua Umum Partai Indonesia Tanah Air Kita (PITA), dalam salah satu bukunya berusaha mengajak seluruh kader bangsa untuk melakukan sebuah restorasi terhadap UUD 1945 yaitu melakukan pelurusan UUD 1945 sesuai dengan visi dan cita-cita dari para Founding Fathers.

Rejuvenasi Pancasila, Restorasi UUD 1945 atau pun Revolusi Budaya hanyalah sebuah pemikiran dari anak-anak bangsa yang memandang bahwa Indonesia harus berubah menjadi lebih baik, lebih harmonis, bermartabat dan mempunyai visi yang luas. Tetapi tanpa kesadaran dan peran tiap individu masyarakat Indonesia hal ini hanya akan jadi mimpi belaka. Mari dengan semangat yang tinggi kita jadikan Indonesia menjadi bangsa yang “Merdeka,” seperti cita-cita para pahlawan bangsa kita dulu.

Pancasila

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Persatuan Indonesia.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

25 Responses to "Rejuvenasi Pancasila"

Setuju Udiot. Rejuvenasi Pancasila adalah apa yang kita butuhkan, kembalikan Pancasilaku yang sebenarnya. Bukan Pancasila yang penuh dengan kemunafikan dan kebohongan.

Maaf sblmnya gak bermaksud SARA….

gak abis pikir, kenapa sila ke 1 ditulis demikian? padahal agama di indonesia ada islam, kristen, katolik, hindu, budha, konghucu yg udh pasti tuhan nya beda-beda.

kenapa gak ditulis gini aja:

1. Indonesia negara berketuhanan; atau
2. In God We Trust (hehe :mrgreen: )

Hehe, nice thought you have. But, do you really think that they have different Gods or they actually worship to one God but with different medias?

tengkyu :mrgreen:

different religion, different God.

ada opini bilang makna sila 1 itu adalah bahwa Indonesia mengakui dan menghormati rakyatnya yang berbeda-beda agamanya namun tetap menyembah Tuhan YME (as guebukanmonyet says: they actually worship to one God but with different medias).

menurut aku dan bbrp orang lainnya, apa gak rancu tuh? gak usah ngebingungin dgn alasan bahasanya intelek deh. yah itu kata kita…..tapi sejarah berdirinya Pancasila gak lepas dari intervensi dan kepentingan politik golongan tertentu makanya akhirnya muncul “Ketuhanan YME”

kalo mau kembali ke Pancasila yang sebenernya, revisi tuh sila 1, buat kata-kata yang mencerminkan keadaan beragama masyarakat Indonesia yang sebenernya, mbukan kata-kata ambigu dan sarat dgn pembodohan kaya gitu. hapus aja eufimisme….salam

“wah Tuhan yang berbeda-beda??”, “different religion, different God.” jadi anda mengakui kalau Tuhan itu ada banyak dunk??? dan masing2 agama masing2 satu Tuhan dunk?? heheh. hmmmm gw lebih setuju dengan guebukanmonyet: “different Gods or they actually worship to one God but with different medias”

Seperti halnya matahari, cuma satu tapi ada yang bilang itu “sun”,”surya”, dll. tapi matahari ya tetap matahari cuma satu!! yang tetap menyinari tanpa pilih kasih, mau kita nyebut dia sun atau surya atau matahari

lagian apa salahnya dengan kalimat
“Ketuhanan Yang Maha Esa.”?? aku bingung!!

*damai di hati di dunia damai selamanya*

@co-that
jangan dipahami sperti itu, different religion-different God berarti Tuhan itu ada banyak.

jangan dianalogikan juga dengan matahari yang penyebutannya bisa sun, surya, solar, dll.

emm ini cuma perbedaan pendapat, terserah pemahaman masing-masing aja, gak ada pemaksaan kehendak yah 🙂

gini…..Islam bertuhankan Allah SWT, Kristen/Katolik bertuhankan Yesus (Trinitas: Allah Bapa, roh Kudus, Yesus), Budha laen lagi, Hindu laen lagi, Yahudi hanya menyebut tuhannya YHWH. Makanya rancu kalo disebut “Ketuhanan YME” karena masing-masing penganut agama pasti berdoa kepada Tuhan/dewanya masing-masing. Kalo Ketuhanan YME berarti setiap pemeluk agama mengakui adanya Tuhan yang satu, Tuhan yang sama…..sedangkan Tuhannya aja udah laen. Ini gak sama dengan penyebutan matahari dengan sun atau solar atau surya karena yang dikasih contoh hanyalah perbedaan vocab, beda bahasa. Nah, kalo udah urusan Tuhan gak bisa sekedar namanya aja yang beda, tapi seluruhnya beda. Contoh: Islam hanya bertuhankan Allah SWT, tapi Kristen/Katolik menganut Trinitas (tuhan yang tiga), trus orang Budha, Hindu, Konghucu menyembah dewa-dewa (beda ma Tuhan)….jadi gimana mau disamain? Sekali lagi, it’s more than a name.

Trims ma responnya 🙂 salam.

eh ktinggalan :mrgreen:

@co-that
kalo menyangkut Tuhan itu ada banyak, sah-sah dan masuk akal aja mau dipahami begitu….kalo saya sih gak ya, Tuhan cuma satu. kalo urusan beginian kembali ke keyakinan masing-masing.

wahhh kok yang satu cuma Islam aja???

heheh iya udah udah!! emang di Indonesia kalo udah ngomongin Agama ujung2nya pasti panas2an!!
biarkan itu kembali ke diri masing2. yang penting hidup kita bahagia!

PS: maap sekedar info(bukan sebagai orang dari salah satu agama itu, tapi sebagai orang diluar semua agama yang ada) Budha, Hindu, Konghucu tidak menyambah dewa, dewa juga seperti manusia cuma memiliki tempat yang lebih tinggi, bahkan dalam cerita2 di ke 3 agama itu, dewapun sering berbuat jahat dan sering dikalahkan oleh manusia. Ke 3 agama itu juga punya “Tuhan yang satu tapi juga Tuhan yang banyak karena Dia adalah jumlah itu sendiri. Tuhan yang ada tapi juga Tuhan yang tidak ada karena Dia adalah Keberadaan itu sendiri! Tuhan yang tiada terjelaskan oleh kemampuan akal manusia!”. Semoga Semua Mahluk Berbahagia

Wah..wah..wah baru ngebahas sila kesatu aja udah ribut..gimana klo ngebahas semua silanya..Malu dong ah sama yang ngerumusin Pancasila…

Jadi gini, para perumus Pancasila (Founding Fathers) merumuskan Pancasila hanya dengan satu tujuan yaitu Harmonisasi kehidupan…tidak ada perpecahan dalam alasan apapun, hanya untuk satu tujuan yaitu kehidupan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi kalau kita melihat lebih jauh mengenai esensi masing-masing sila dari Pancasila maka mudah2an mata kita akan terbuka..
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Para perumus Pancasila bukan orang bodoh yang tidak mengerti bahwa masing-masing agama mempunyai kepercayaan dan Tuhan yang berbeda akan tetapi makna dari Ketuhanan Yang Maha Esa adalah bahwa setiap individu masyarakat percaya kepada Tuhan, percaya bahwa ada yang menciptakan , percaya bahwa ada yang mengatur kehidupan dan harmonisasi hanya akan tercapai apabila tiap individu mengakui bahwa mereka adalah orang yang beragama dan dengan agama mereka dapat berbuat baik, tertib, disiplin, dll sesuai dengan ajaran agama masing-masing.

Setelah Manusia Indonesia dapat berbuat baik, baru kemudian bisa melakukan tindak kemanusian yang adil dan beradab, Mengapa?Karena manusia yang adil beradab adalah manusia yang percaya terhadap Tuhan YME.

Kalau tiap manusia bisa berlaku adil dan beradab baru bisa tercipta persatuan Indonesia, persatuan Indonesia dengan sistem yang berlaku yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaran perwakilan.

Pada akhirnya akan tercapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

@co-that n udi
heeh peace peace wae lah :mrgreen:

Hehe, gpp lagi Yona namanya juga diskusi. Terus pertahankan pendapatmu 🙂 Anyway, kayaknya sangat tertarik ya dengan kondisi Jakarta? Boleh nanti gabung bersama Jakarta Butuh Revolusi Budaya di kegiatan nyata. Yonna bisa hubungi Udiot.

iya aman kok gak ada yang panas hehehe
aku malah sangat suka kalau kita diskusi masalah2 kayak gini!! gak gontok2an!! heheh
capek friend!! mendingan diskusi untuk saling mengisi!!

Eh boleh tuhhh apa aja kegiatannya!! aku dari dulu pengen berbuat sesuatu walopun kecil tapi gak tau mesti gimana heheheh

i Love U all my Friends

@guebukan monyet
makasih ma ajakannya 🙂

@udi dan co-that
emang sila ke 1 lebih sering diperdebatkan daripada sila-sila lainnya. jadi kalo tanggapan saya kmrn terkesan berat sebelah krn saya emg gak paham dgn kata-kata “Ketuhanan Yang Maha Esa”….walau dalam penafsirannya bisa dibuat demikian….tapi kenapa gak diganti aja? eufimisme hanya menimbulkan kebingungan dan kerancuan publik….demikian pendapat dari saya….salam 🙂

hahah boleh..boleh diganti aja untuk mengurangi eufimisme dan kerancuan lagian masih banyak warga negara kita yang lupa sama sila2 Pancasila jadi klo gw rasa, diganti juga ga ada yang peduli…tau aja ngga…hehe

@udi
capee deee :mrgreen:

Yonna mau jadi contributor ga?kaya rusi, klo mau kirim email ke revolusibudaya@gmail.com yah…thx

@udi
thanks ma ajakannya…..btw ada syarat2nya gak kalo mo jadi kontributor?

Syaratnya apa yah…hehehe ga ada kok…cuma tinggal kirim email aja nanti dijadiin contributor deh. Tapi kalau bisa tulisannya ga keluar dari tujuan JBRB, memberikan sosial edukasi kepada masyarakat. Dah gtu aja…

Ikut nambahin meskipun telat…

Menurut saya Tuhan itu hanya ada satu. Manusia menyembahnya dengan cara yg berbeda karena persepsi mereka juga berbeda. Persepsi kita inilah yang menyebabkan perbedaan. Akal kita sangat terbatas, sedangkan Tuhan tidak bisa dilihat mata.

Tuhan hanya satu > Tuhan tidak bisa dilihat > manusia berpersepsi (akal, pikiran, wahyu, kepercayaan, dll) > menyembah dengan cara berbeda menurut persepsi > Tapi Tuhan tetap hanya satu.

Kalau kasus matahari, itu karena kita bisa lihat matahari. Meski beda istilah tapi kita terima dengan mudah. Beda dengan Tuhan. Saya menyebut Tuhan saya Allah SWT, anda menyebutnya lain lagi, terserah. Istilah untuk menyebut Tuhan yang berbeda-beda bukan berarti Tuhan ada banyak.

Mengenal Tuhan adalah kodrat dan fitrah manusia. Dengan akal budi kita, bayangkan saja jika benar Tuhan kita bermacam-macam. Tentulah “Tuhan-tuhan” kita itu akan saling memperjuangkan umatnya di dunia. Negara saja perlu punya 1 pemimpin yang jelas agar negara berjalan sesuai aturan. Bagaimana bisa Tuhan ada banyak, apa tidak akan ada “gontok-gontokan”? Nanti malah jadi cerita Gunung Olimpus di Yunani, kudeta dewa-dewi sana sini.

Tuhan lebih suka disebut apa, hanya Tuhan yang tahu. Tuhan hanya satu. Dan kita akan tahu hal itu setelah kita mati dan bertemu Tuhan nanti. Tidak percaya Tuhan hanya satu? Buktikan sekarang kalau berani….! Hehehe…

Salam damai!

wahahah tantangan yang brilian! ya betul, Tuhan cuma satu manusia lah yang membuatnya seolah-olah menjadi banyak?! Well, kalo soal keyakinan urusan masing-masing deh, yang penting kita tetep akur sama pemeluk agama lain 😀

Daripada kita bingung tuhan itu apa dll (yg menurut gw adalah suatu hal yg individual–setiap orang bisa mempunyai persepsi yg berbeda2), mending kita hapus sekalian “Ketuhanan yg maha esa” 🙂 dan diganti menjadi “Kebebasan beragama”.

halooooooooooooooooooooooooooooooooooooo,,,,,,,,,,,,

Just Say hallo………………………….

Jadi Pancasila perlu diganti nih? Hehe. Ide yang bagus.

bangbadi:
kl gnt nama,gnt gy tulisan jg donk…kl gni kan msh kliatan sp d blk lyr…hahaha!

yakinlah Tuhan hanya satu, Tuhan yg dsembh manusia 1 dg yg lain adl sama bahkn Tuhan yg dsembh setan n malaikatpun sama dg yg dsembh manusia. Tiada Tuhan slain Illah. kalo mslh nyari wujud Tuhan siapapun tdk ad yg bsa/sanggup bahkan nabi musa pun tdk sanggup.

Leave a reply to yonna Cancel reply

Dukung Program Berburu di Sekolah Anda

Mari jalankan dan dukung Program Berburu di sekolah-sekolah di Jakarta dan jadilah bagian dari sebuah REVOLUSI BUDAYA! Kirimkan email ke revolusibudaya@gmail.com dan daftarkan sekolah anda untuk ikut dalam Program Berburu.

Contact Us

BERBURU CENTER Jalan Cucur Timur III Blok A 7 No. 6 Sektor 4 Bintaro Jaya Tel: 62 21 736 3617 Oki: 0856 8102299 Tasa:087881521091 E-mail: revolusibudaya@gmail.com

Blog Masters

Guebukanmonyet (Washington D.C.) and Udiot (Jakarta)

Contributors

Andri Gilang (Sydney), Ian Badawi (Washington D.C.), Dejong (Washington D.C.), Sherwin Tobing (Budapest), Anggie Naditha Oktanesya (Jakarta), and Izmi Nurpratika (Jakarta).

Guest Writers

Deden Rukmana (Savannah), and Harris Iskandar (Washington, D.C.)

Categories

Gudang Artikel

Our Pictures